Ditulis oleh: Mohammad Irsad, S.Psi.,M.Psi., Psikolog

Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional pada tanggal 12 November 2019, dengan tema Generasi Sehat Indonesia Unggul kita perlu merenungkan tentang berbagai persoalan kesehatan, khususnya tentang Penanggulangan Penyalahgunaan Napza, dimana angka penyalahgunaan di negara kita masih tinggi. Data survei BNN dan PPKUI pada kelompok rumah tangga di 20 provinsi tahun 2015, didapatkan prevalensi orang yang pernah pakai Napza setahun terakhir (current user) di tahun 2015 menyentuh angka 0,6%. Hal ini menunjukkan dari seribu orang, ada enam orang yang mengkonsumsi Napza dalam setahun terakhir. Mereka yang mengkonsumsi Napza setahun terakhir kebanyakan berada di kelompok umur 20-29 tahun, artinya para pengguna napza ini berada pada usia produktif. Jenis Napza yang paling banyak adalah ganja (57%), diikuti oleh shabu (23%) dan ekstasi (15%).

Adapun Kasus relapse (kambuh) pada pengguna Napza tergolong sangat tinggi, ditemukan lebih dari 50% pecandu dalam satu dekade terakhir. Berdasarkan penelitian, periode relapse diketahui dapat mencapai kurang lebih 80% dalam enam bulan pertama, dan terjadi sebanyak kurang lebih 50% dalam dua tahun (Kassani, Niazi, Hassanzadeh, & Menati, 2015)

Tingginya angka kekambuhan merupakan akibat dari sifat zat itu sendiri yang merusak otak, gangguan perilaku akibat zat, maupun gangguan perilaku merupakan bagian dari kepribadian pecandu itu sendiri yang dibawa sebelumnya, disamping itu juga kebanyakan mantan pengguna sulit lepas dari lingkungan penyalahgunaan Napza.

Program P4GN (Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika) adalah garda paling depan dalam penanganan masalah napza, mengingat pengguna napza apa bila sudah menjadi pecandu laksana telur pecah melahirkan manusia hidup dengan paket pecandu yaitu : Konsumsi Napza, Penyakit HIV/AIDS, Hepatitis, Kemiskinan, Kriminalitas, dan Kekerasan. Adapun secara individu akan menjadi Manusia Tidak Sehat dan Tidak Unggul, memiliki beberapa karakteristik sebagai manusia yang bermasalah dalam kehidupan pribadi maupun sosial bermasyarakat.

Karakteristik Pecandu dilihat dari Fungsi Kognitif

1. Tingkat kewaspadaan yang rendah

Seorang pecandu sering gagal dalam hal menanggapi bagaimana tindakan mereka berdampak terhadap orang lain dan bagaimana perilaku mereka berpengaruh terhadap diri mereka. Mereka sering terhalang untuk menggunakan “ consequential thingking “ oleh mental blocking , pengalihan perhatian dan perilaku yang impulsif.

2. Ketidakmampuan untuk membuat penilaian yang tepat

Ciri ini nyata sekali dalam konteks membuat keputusan, memecahkan masalah dan membaca konsekuensi hidup dari perilaku mereka. Kelemahan tersebut disebabkan oleh rendahnya kemampuan untuk mengendalikan impulse dan mengurung keinginan.

3. Kurang Tajam Menilai

Seorang pecandu kurang mampu mengaitkan antara apa yang mereka alami dan faktor penentu terhadap pengalaman tersebut. Dampaknya mereka tidak dapat mengerti hubungan antara pemikiran serta perilaku penggunaan drugs

4. Kurang Realistis

Seorang pecandu kurang mampu menilai diri mereka sendiri, orang lain dan situasi hidup yang terjadi. Pecandu sering merasa sulit untuk membedakan antara perasaan dan kenyataan serta antara keinginan dan kebutuhan. Hal ini menyebabkan seorang pecandu sering tidak realistis apabila membuat penilaian tentang diri mereka.

5. Kurang Mampu Berfikir Jernih

Pecandu acapkali tidak terampil dalam segi berpikir dan ketrampilan vocational. Pecandu tidak mempunyai sikap dan kebiasaan – kebiasaan yang bisa menunjang kesiapan mereka dalam menghadapi realitas hidup yang ada. Akibatnya sulit bagi seorang pecandu untuk dapat membina gaya hidup yang produktif dan normatif di dalam masyarakat.

Karakteristik Pecandu dilihat dari Persepsi Pecandu

1. Tingkat harga diri yang rendah (Low self esteem)

Pecandu mempunyai konsep diri yang kabur, memandang diri sendiri kurang positif karena memiliki sikap anti sosial dan pengalaman perilaku kriminal. Citra diri yang negatif mendorong seorang pecandu untuk melabeli pada diri mereka sendiri.

2. Identitas sosial yang negatif

Pengalaman pemakaian drugs secara berkelompok, menyebabkan terbentuknya identitas sosial yang negatif. Hal ini berdampak terhadap seorang pecandu menjadi tidak mampu mengenal diri mereka secara benar.

Karakteristik Pecandu dilihat dari Emosinya

1. Ketidakmampuan untuk mentolerir ketidaknyamanan

Pecandu sering mengalami kesulitan untuk merasakan, mengungkapkan, dan meresponi perasaan secara cara efektif. Mereka sering kali hilang kesabaran dan lepas kendali sehingga melakukan hal–hal negatif apabila perasaan mereka di sakiti atau merasa tidak diperlakukan secara adil.

2. Kemarahan dan permusuhan

Sikap dan tindakan pecandu diiringi emosi, sering dipicu oleh perasaan marah dan sikap memusuhi yang menggebu–gebu. Gejala tersebut disebabkan dari pengaruh lingkungan sosial atau merupakan ciri khas mereka untuk lari dari kenyataan yang ada.

3. Emosi yang labil dan ketidakceraian

Pecandu mempunnyai kondisi emosi yang labil karena gejala disforia (Disturbed feeling), hingga mereka jarang mengalami kesejahteraan disegi emosi. Hal ini terungkap dalam keluhan somatis, mood negatif yang konsisten dan depresi ringan. Pecandu juga mempunyai gejala “Anhedonia“ yaitu ketidakmampuan untuk menikmati rasa senang hingga mereka sering kali bersikap defensif dan agresif.

4. Kurang terampil mengendalikan emosi

Pecandu kesulitan untuk mengendalikan perasaan hingga mereka sering bertindak secara impulsif dan berlebihan bila merespon kepada faktor inter–personal atau lingkungan. Kondisi seperti kecewa, bosan, kurang bersemangat, sering mendorong seorang pecandu melakukan hal – hal yang akhirnya mendatangkan masalah terhadap diri mereka sendiri.

Karakteristik Pecandu dilihat dari Interaksi Sosial

1. Sikap merasa berhak

Sikap merasa berhak (Attitude of entitlement) mendorong mereka untuk merasa tidak diperlakukan secara adil bila kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Pecandu sering mengeluh, bersikap kompulsif dan menanggapi hak–haknya sebagai hak dan tidak sebagai imbalan yang harus diusahakan untuk memperolehnya. Sikap tersebut merupakan satu kelemahan yang menghambat proses pembinaan. Hak yang sebenarnya harus difokuskan adalah hak untuk memperoleh kesempatan untuk berubah, untuk memperoleh pertolongan serta bimbingan dan untuk berusaha memenuhi keinginan serta kebutuhan dengan cara yang sesuai dalam masyarakat.

2. Sikap tidak bertanggungjawab

Pecandu tidak dapat di andalkan untuk dapat memenuhi tuntutan terhadap diri sendiri dan orang lain. Ironisnya pecandu sangat obsesif dalam upaya memenuhi kebutuhan yang menyangkut pemakaian drugs.

3. Prestasi yang tidak konsisten

Terkadang ada waktunya bagi seorang pecandu dapat bertanggung jawab, akan tetapi secara tiba–tiba sikap tersebut menjadi hilang secara mendadak dan tidak dapat ditentukan kapan sikap tersebut akan datang kembali. Hal ini disebabkan dari kebiasaan menghindari tanggung jawab di masa lalu. Tindakan pecandu sering di dorong oleh pola pikir yang sempit, kebutuhan yang mendesak, perilaku yang bersifat manipulatif dan kekhawatiran untuk menghadapi situasi yang tidak nyaman.

4. Hilangnya kepercayaan

Tindakan yang dapat merusak kepercayaan orang lain terhadap diri seorang pecandu adalah gejala yang sering timbul di dalam hidup seorang pecandu. Hubungan inter–personal pecandu sering di rusak oleh penipuan, manipulasi, alasan yang tidak benar dan pemalsuan. Hal tersebut datang dari lingkungan keluargan yang abuse-sif, panutan yang negatif dan sosialisasi yang tidak sehat.

5. Tidak berstruktur

Karena pemakaian drugs biasanya di gunakan dari masa remaja, pecandu tidak mempunyai struktur diri yang sesuai untuk mengatur (Me – manage) diri mereka sendiri. Hal ini juga terlihat jelas dalam kehidupan sosial sehari–hari dimana seorang pecandu tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin hubungan baik dengan orang yang lebih tua ataupun lebih muda.

6. Ahli bohong

Karena implikasi sosial dan hukum pecandu harus menyembunyikan ketegantungan mereka untuk menghindari konfrontasi dan konsekuensi yang ada. Pecandu menjadi pembohong yang sangat ahli. Dikombinasikan dengan kemampuan untuk merasakan pengharapan dari orang lain, para pecandu akan mengucapkan apa yang ingin didengar dari orang lain.

7. Sulit Menerima Konsekuensi

Minimnya penerimaan seorang pecandu terhadap berbagai macam batasan yang di anut oleh keluarga, masyarakat dan hukum, acap kali pecandu tidak dapat menerima konsekuensi dari perilaku yang telah mereka buat.