Ditulis oleh: Mohammad Irsad, S.Psi.,M.Psi.,Psikolog
Wabah COVID-19 pertama kali diidentifikasi di Wuhan Provinsi Hubei di Cina pada bulan Desember 2019, dan diakui sebagai Pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020. Nyatanya pada akhir Maret 2020 ini lebih dari 353.000 kasus Covid 19 telah dilaporkan di lebih dari 190 negara dan mengakibatkan lebih dari 15.400 penderita meninggal dunia dan 100,000 penderita sedang dalam pemulihan.
Ahli Epidemiologi dr Syahrizal Syarif beberapa hari yang lalu sudah memprediksi bahwa kasus Covid-19 di Indonesia akan terus mengalami peningkatan. Perlu langkah-langkah komprehensif agar kasus Covid-19 menurun dan hilang. Hal ini terkait dengan kebijakan pemerintah yang menetapkan darurat nasional Covid-19 hingga 29 Mei 2020 atau Ramadhan. Artinya sekitar 60 hari sehingga tanggap darurat dirancang 90 hari, yaitu 29 Mei 2020.
Berkaitan dengan kondisi tanggap darurat tersebut ada beberapa persiapan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Menyiapkan mental masyarakat adalah hal yang paling penting dan menjadi kebutuhan masyarakat baik yang terdampak langsung maupun masyarakat yang tidak terdampak langsung. Hal hal yang perlu segera dilakukan dalam menghadapi pandemi ini adalah:
- Ubah sikap dan cara pandang terhadap COVID-19 dengan menggunakan kacamata ilmiah. Di awal terjadinya wabah, terbatasnya pengetahuan tentang risiko dan pencegahan COVID-19 dapat menimbulkan kecemasan dan panik di kalangan masyarakat, yang diperparah dengan berbagai rumor. Tumbuhkan keyakinan terhadap upaya pemerintah untuk mencegah dan mengendalikan wabah tersebut, dan rasa percaya terhadap hasil penelitian terkait penyakit ini. Ubah sikap, bertindak dengan hati-hati, dan jauhi rasa takut.
- Akui kecemasan dan ketakutan yang Anda rasakan. Hanya sedikit orang bisa tetap tenang dalam menghadapi epidemi yang tidak dikenal. Meningkatnya angka kasus terkonfirmasi akan menimbulkan asumsi bahwa virus baru ini berada di mana-mana dan tidak bisa dicegah, sehingga mengundang kecemasan dan rasa takut. Ini wajar. Terima keadaan tersebut dan hindari menyalahkan diri sendiri secara berlebihan karena merasakan emosi-emosi tersebut.
- Jaga gaya hidup teratur dan sehat: tidur cukup, makan makanan sehat berimbang yang terdiri atas beragam jenis pangan, lakukan pekerjaan rutin yang dapat mengalihkan pikiran kita dari epidemi ini, dan lakukan olahraga sedang dengan teratur.
- Lakukan hobi yang selama ini tidak sempat dilakukan karena kesibukan, seperti berolahraga, memasak, bernyanyi, menulis, atau menggambar dapat membantu melepaskan kemarahan dan kecemasan, mengalihkan perhatian anda, dan menenangkan secara efektif. Menonton TV atau mendengarkan musik di rumah atau hanya sekedar berbincang akrab dengan keluarga juga dapat membantu mengurangi kecemasan.
- Rileks dan kendalikan emosi anda. Teknik-teknik relaksasi dapat membantu melepaskan emosi negatif seperti ketegangan, depresi, dan kecemasan. Ada banyak cara relaksasi dan kunci keberhasilan relaksasi adalah memahami prinsip dasar teknik-teknik tersebut dan mempraktikannya.
- Relaksasi melalui visualisasi. Bernapas perlahan, teratur dan dalam sepanjang proses relaksasi, dan rasakan energi hangat mengaliri tubuh Anda melalui visualisasi.
- Relaksasi otot. Lemaskan tangan, kepala, tubuh, dan kaki secara berurutan. Pastikan lingkungan sekitar dalam keadaan hening, redupkan lampu, dan minimalkan stimuli sensorik. Siklus relaksasi sederhana lima tahap terdiri atas: pusatkan perhatian ? penegangan otot ? pertahankan tegangan otot ? lepaskan tegangan ? lemaskan otot.
- Relaksasi melalui napas dalam: ini adalah cara termudah untuk rileks dan dapat digunakan segala situasi saat Anda merasa cemas. Langkah-langkahnya: berdiri tegak, lemaskan bahu secara alami, mata setengah tertutup, lalu tarik napas dalam dan embuskan napas perlahan-lahan. Biasanya hanya butuh beberapa menit untuk merasa rileks.
- Cari dukungan profesional. Ikuti konseling atau cari penanganan medis untuk ketegangan, kecemasan, kemarahan, masalah tidur, reaksi fisik, dll yang tidak tertangani. Di sisi lain, jika pasien dalam karantina atau suspect menunjukkan emosi dan perilaku ekstrem, tenaga profesional pencegahan dan pengendalian harus mempertimbangkan kemungkinan timbulnya gangguan psikiatri, dan memindahkan individu tersebut ke institusi atau tenaga profesional kesehatan mental. Emosi dan perilaku ekstrem tersebut termasuk: kecemasan, depresi, delusi, kegelisahan, ucapan atau tindakan yang tak terkendali dan tak pantas, atau bahkan penolakan kasar atau pengelakan terhadap karantina, adanya gagasan, ide, pikiran, perilaku resiko bunuh diri.